Kamis, April 07, 2011

Please visit my online shop :)


Kalo kebetulan masih ada yang mempir ke blog ini, silahkan langsung masuk ke dalam rumah aja atau mau liat-liat hasil karya dan online shop saya? Untuk saling follow di 'chwidder' bisa kesini ya :)

Karena blog ini sekedar teras belaka :) see you there!

Sabtu, Januari 16, 2010

Sometime, Some time, and Sometimes

By Richard Nordquist, About.com Guide


Sometime means "at an indefinite or unstated time in the future."
Some time means "a period of time."
Sometimes means "occasionally, now and then."

Examples:

"Why don't you come up sometime and see me?"
(Mae West in She Done Him Wrong, 1933)

"You must give some time to your fellow men. Even if it's a little thing, do something for others--something for which you get no pay but the privilege of doing it."
(Albert Schweitzer)

"I am so clever that sometimes I don't understand a single word of what I am saying."
(Oscar Wilde)

Sumber: http://grammar.about.com/od/words/a/sometimeusage.htm

Selasa, November 10, 2009

Test

Posting via email :)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, Juni 15, 2009

'Autis' itu LUCU dan GAUL katamu?!

Photobucket



Selain tidak mampu bersosialisasi, penderita tidak dapat mengendalikan emosinya. Kadang tertawa terbahak, kadang marah tak terkendali. Dia sendiri tdk mampu mengendalikan dirinya sendiri & memiliki gerakan2 aneh yg selalu diulang2. Selain itu dia punya ritual sendiri yg harus dilakukannya pada saat2 atau kondisi tertentu. [sumber : Emanuel Setio Dewo]

Dulu, tahun 2006an [belum ramai Blackberry], saya dan teman-teman kadang menggunakan kata AUTIS untuk mengolok-olok seseorang or diri sendiri yang sedang dalam kondisi : 'gak peduli or masa bodoh'. Setelah menonton film Mercury Rising, rasanya sudah gak sanggup lagi lah untuk menggunakan kata autis sebagai bahan olok-olokan yang sungguh tidak pada tempatnya.

Later on, ntah mungkin emang dipicu oleh ngetopnya Blackberry yang menurut kesaksian penggunanya [kritik terhadap hal itu, bisa dibaca disini] bisa menyebabkan autis... kata LUCU-LUCU-an itupun menjadi semakin populer. Dalam konteks yang tidak sepantasnya, dan yah maaf, menurut saya sungguh tidak sensitif.

Apakah kamu tau betapa beratnya menjadi orang-tua dari anak autis? Apakah menurutmu mereka bisa tertawa menggunakan kata itu? Silahkan baca postingan ini dulu:
Dia [teman penulis.red] bilang, anggap saja joke tentang autism seperti joke joke ringan lainnya sebab orang yang berjiwa besar adalah orang yang bisa menertawakan kekurangan dirinya sendiri.

Mungkin bapak itu benar. Tapi saya tidak cukup kuat untuk berjiwa besar dalam hal ini. Untuk bisa menertawakan diri sendiri saat menghadapi anak yang saya cinta tidak berkembang seperti anak anak lainnya. Saat harus menenangkan anak saya saat tantrum-nya datang. Saat anak saya menangis dan berteriak histeris tanpa sebab. Saat berusaha membuat anak saya mau menatap mata saya. Saat terus berusaha, menunggu dan masih menunggu suatu hari nanti anak saya berbicara. [sumber : ***]

Setelah membaca cerita ibu itu, kamu masih menganggap bahwa penggunaan kata autis masih sepantasnya digunakan diluar konteks dalam rangka LUCU-LUCU-an dan ala anak GAUL? Yah well what can I say... :(
maaf saja, bagi saya penggunaan kata autis untuk bahan becandaan bukan sesuatu yang lucu. even meski tidak ada anggota keluarga atau siapapun yang saya kenal itu autis. [sumber : istribawel]

Dan kami akan terus konsisten melakukan surat himbauan semacam ini pada siapapun yang menggunakan kata "Autisme" sebagai analogi dalam konotasi negatif. [sumber : putrakembara.org]

Sumber bacaan lain : word autism in your daily joke; Stop menggunakan kata AUTIS utk joke sehari2.; Forum Autisme Indonesia.

Rabu, Juni 10, 2009

Tentang saya dan jilbab bag. 2

Sebelumnya, silahkan intip dulu bagian pertama dari rangkaian tulisan saya ini. Mungkin kalo dibaca dari awal sampai akhir, bisa mengurangi kemungkinan terjadi salah paham, begicuw... :D

Sekali lagi, saya mohon maaf banget kalo ada yang tersungging bin tersinggung dengan bagian kedua ini. But hey, there's no way I can please everybody [each of you] with my writing anyway. So why should stop writing?

intinya dari kedua tulisan ini : masyarakat mungkin sebagian berharap kita langsung menjadi PERFECT by the time we use this JILBAB.

Begitu mengenakan jilbab dan menutupi kepala ini maka langsng CLING... JADI SEMPURNA DAN TANPA CELA. ya gak semua begitu pengharapannya kepada kita-kita ini jilbabers. Tapi paling nggak mereka ber-ekspektasi [dan ekspetasi mereka itu WAJAR adanya] bahwa kita bisa BERBEDA dari yg non-jilbabers. Dari kelakuan maupun penampilan.

Dan sungguh, sampai tahun ke-5 ini, saya merasa dari banyaaaaaak aspek masih banyak yang harus diperbaiki dari diri ini. Mengutip kata seorang teman yang dulu memberikan beberapa jilbabnya kepada saya :
JILBAB itu ibarat SERAGAM SEKOLAH bagi para muslimah [baik yang sudah maupun belum berjilbab]. Ibaratnya begini : Murid sekolah yang nakal maupun yang alim, yang pinter maupun yang kurang pinter, atau mereka yang sedang-sedang saja.... SEMUA WAJIB BERSERAGAM KAN?

Eventhough pada seragam sekolah jaman sekarang, para siswinya banyak yang MELANGGAR ATURAN dengan memendekkan rok, mengetatkan kemeja... atau seragam yang dikeluarkan dari rok, atau sepatu yang tidak sesuai peraturan, tidak memakai badge nama/ sekolah, tidak memakai sabuk..itu semua tidak menghapus syarat dan prasyarat bahwa memang siswi sekolah wajib berseragam sekolah... bukan berarti bahwa siswi yang tidak berseragam sesuai aturan lantas BOLEH tidak berseragam sekolah kan? got my point?

Tidak, saya tidak bermaksud menghakimi anda. Menghakimi diri sendiri mungkin ya, hehehe... Sekali lagi, kesempurnaan hanya milik-NYA.

Namun itu bukan berarti kita bisa lengah dan bersembunyi dibalik excuse itu [bahwa tak ada manusia yang sempurna]. Sebagai muslimah [terutama yang berjilbab], kita harus senantiasa bisa berusaha menjadi lebih baik; kontinyu & konsisten berproses menuju jalan yang lebih baik. Akhlaq maupun penampilan.

Jujur aja neh, 5 tahun lalu pas sebelum berjilbab saya mikir gini : [setting : tahun 2000] >> "Kalo nunggu perbaikan akhlak, sampe 10 tahun kedepan ya kapan saya bisa berjilbab? Lha wong merubah sifat itu lebih susah daripada merubah penampilan, ya gak *digampar massa* "

Ya udah, akhirnya saya mengambil keputusan untuk berubah sambil 'jalan'. Berubah menuju yang lebih sesuai syariat, baik akhlaq maupun penampilan. Dalam kasus saya, penampilan dulu yang dibenerin dikit... sisanya menyusul sambil berproses.

Akhir kata, saya hanya bisa berharap bahwa semakin hari saya bisa semakin sesuai syariat. Dan ALLAH SWT memberikan umur yang cukup panjang bagi saya supaya saya bisa berkesempatan untuk BERUBAH. Jangan sampai besok misalkan [ini cuma contoh] saya meninggal tapi saya masih begini-gini aja, ya ALLAH.... Amien amien.

Ya ALLAH yang Maha Pemurah dan Pengasih dan Penyayang... Berilah kemudahan bagi kami kaum muslimah [dan muslimin] untuk bisa berada dalam proses seumur hidup, proses untuk senantiasa berubah menjadi lebih baik, sesuai tuntunan yang telah tertulis di Al- Quran dan Al- Hadis. AMIEN.

-sekian dan mohon maaf kalo ada yang kurang berkenan :)

Sabtu, Juni 06, 2009

Tentang saya dan jilbab bag. 1

Sebelumnya saya mohon maaaaaaf buanget-nget jika isi postingan ini terkesan menggurui, sok alim, sok paling bener sendiri or apalah. Naudzubillah mindzalik.... Sungguh saya menyadari bahwa kesempurnaan itu hanya milik Allah Swt.... I'm not even close :)
Saya hanya ingin sharing, curhat, berbagi dengan para muslimah jilbabers lainnya. Kalo anda tidak berjilbab tapi ingin meneruskan membaca, ya monggo.

Ngomong-ngomong soal JILBAB. Proses menuju berjilbab itu sendiri memakan waktu 4 tahun [jelang lulus SMA]. Sampai akhirnya berhasil berjilbab di 2004, dan meluruskan niat di tahun ke-4 sudah berjilbab ini [2009].

It's been 5 years then. 5 tahun, perjalanan yang panjang menuju aurat yang lebih dan semakin-semakin tertutup. Berjilbab yang syar'i, yang sampai sekarang masih belum juga bisa saya lakoni [baca : belum bisa = kurang niat!! Gak usah cari-cari alasan lah kau Ndutyke! hehehe].

Tak mudah emang.. coz orang mengharap banyak dari saya [yang telah berjilbab]. Minimal orang berharap saya bisa berubah [kelakuan], BEDA dari sebelum mulai berjilbab dulu.

Mulai dari cara bicara, kalo dulu biasa urak'an dan blak-blakan ya setelah berjilbab orang memiliki ekspektasi supaya saya bisa lebih menjaga lidah.

Kalo saya yang berjilbab ini masih saja belum bisa menjaga LISAN, masih hobi berlumur dosa dengan ghibah, celometan, cekakak'an dll.... JANGAN HERAN kalo diluar sana banyak muslimah yang ga tau aslinya niat beneran [tapi masih menunda] atau nyari alesan doank dan berkata :
lebih baik saya menjilbab'i hati ini dulu. [duh.. Klise banget, maaf, tapi menurut saya itu alesan yang dicari-cari] Daripada setelah berjilbab nanti kelakuan masih sama aja.... kualitas dan isi omongan masih ga jauh-jauh dari infotainment. Mending memperbaiki akhlak dulu....


Selanjutnya yang harus saya perbaiki dari diri ini :
Dan juga merubah cara berpenampilan. Berjilbab itu berarti memang kita NIAT dan ikhlassss... untuk memakai pakaian yang BEDA dari dengan yg dipakai orang non-berjilbab. dan BEDA itu bukan berarti cukup dengan pake celana panjang [tapi ketat/ skinny pants- jeans], atau pakai daleman sebagai alas dari blus berlengan pendek kita [dalemannya ketat juga, duh]. Atau pake kemeja lengan panjang yg ga ketat, tapi pendek [pantat dan pinggul kalo kita jalan, bergoyang kemana-mana mengundang syahwat lelaki]. *berasa menampar diri sendiri nih pas nulis ini*

....dan terutama, suamiku mengajarkan, bahkan sekarang saat sudah menikah : [apalagi kalo pas belum SAH!] jangan mengumbar kemesraan laki-perempuan dimuka umum. Gandengan, ciuman, dll. Meskipun sudah menikah. Apalagi yang belum! Meski berpose di foto cuman dempet kepala atau dempet pipi. Pelukan, rangkulan, dsb.

Semua itu ya sebaiknya JANGAN dilakukan lagi setelah berjilbab [sebelum berjilbab juga jangan, se-be-nar-nyaaa... Mohon maaaaaaaf kalo ada yg tersingguuuung...]

Eh kalo difoto rangkulan ama Suami apa ga boleh juga ya? Let me know please. Walo ga penting juga coz Suamiku juga ga bakalan mau. Malu katanya....
BERSAMBUNG... jadi kalo mau komen yang pedes-pedes, silahkan sisakan sebagian buat besok, hehehe... cabe-nya jangan diabisin dulu yee...

Rabu, Juni 03, 2009

Jangan setengah- setengah

Mendengar dan menyebarkan suatu info yang hanya diketahui secara setengah-setengah, berpotensi besar menyebabkan KEKACAUAN. Maka dari itu, pastikan kebenaran suatu info dengan cara rechecking / konfirmasi, sebelum keburu menyebarkannya kemana-mana. Salah-salah jatuhnya jadi FITNAH kan berabe...

Selasa, Mei 26, 2009

Bersabar

Bersabarlah atas orang-orang yang membuatmu sakit hati. Karena mungkin mereka tidak sadar bahwa apa yg telah mereka lakukan itu adalah 'salah' .

Istighfar... istighfar... bersabarlah... karena Allah SWT Maha Mengetahui dan Maha Adil.

Sabtu, Mei 23, 2009

Think twice, please

Hal-hal bodoh yang kita lakukan?

curang dalam ujian, memalsukan dokumen, mendekati zina [kissing, hugging, holding hands], berzina, berdusta, mencuri hak orang lain, narkoba, merokok, mencuri pacar orang, mencuri suami orang, dan lain lain dan banyak lagi....

Sayangnya, seringkali bukan hanya kita yang harus menanggungnya. Tapi orang-orang disekitar kita juga turut menanggung akibat, dan kadang mereka lah yang harus ‘membayar’nya…. Sementara kita menjalani sisa hidup dengan perasaan bersalah krn sudah menghancurkan, bukan saja masa depan kita sendiri. Tapi juga masa depan orang lain
Gunakan akal sehatmu. Supaya akal tetap sehat, jangan mabuk.
Gunakan hati nuranimu. Supaya nurani tetap bisa mencegahmu berbuat nakal, maka dekatkan diri kepadaNYA.
Jangan gunakan nafsumu, karena kesenangan sesaat itu hanya membuahkan sesal. Karena kadang, tidak ada kesempatan kedua.... So just be careful...

Senin, Mei 18, 2009

Character

Here are some quotations related to HUMAN'S CHARACTER :

You can tell the character of every man when you see how he receives praise.
— Seneca (5 BC - 65 AD), Epistles

When the character of a man is not clear to you, look at his friends.
— Japanese Proverb

A person reveals his character by nothing so clearly as the joke he resents.
— Georg Christoph Lichtenberg (1742 - 1799).

Men show their characters in nothing more clearly than in what they think laughable.
— Johann Wolfgang von Goethe (1749 - 1832).